Filsafat Sains
Rangkuman
materi kuliah Filsafat Sains
1.
Pengertian filsafat sains.
2.
Sejarah perkembangan filsafat sanis
3.
Epistemology ilmu
4.
Sains normal dan revolusi sains (kuhn)
5.
Perkembangan ilmu pengetahuan
6.
Logika,dedukasi,dan induksi
7.
Penemuan penelitian, organisasi dan
penemuan
8.
Sifat manusia
9.
tanggung jawab ilmuwan
PENGERTIAN
FILSAFAT SAINS
1. Pengertian
Filsafat Sains
Falsafah ialah satu disiplin ilmiah
yang mengusahakan kebenaran yang bersifat umum dan mendasar. Kata filsafat
berasal dari bahasa Yunani philosophia, yang berarti love of wisdom atau
mencintai kebenaran. Empat hal yang melahirkan fil-safat yaitu ketakjuban,
ketidakpuasan, hasrat bertanya dan keraguan. Ketakjuban terhadap segala sesuatu
(terlihat/tidak) dan dapat diamati (dengan mata dan akal budi) serta
ketidakpuasan akan penjelasan berdasarkan mitos membuat manusia mencari
penjelasan yang lebih meyakinkan dan berpikir rasional. Hasrat bertanya membuat
manusia terus mempertanyakan segalanya, tentang wujud sesuatu serta dasar dan
hakikatnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk memperoleh penjelasan
yang lebih pasti menun-jukkan adanya keraguan (ketidakpastian) dan kebingungan
pada manusia yang bertanya.Ciri berpikir secara filsafati adalah radikal
(berpikir tuntas, atau mendalam sampai ke akar masalah); sistematis (berfikir
logis dan terarah, setahap demi setahap); dan universal (berpikir umum dan
menyeluruh, tidak terbatas pada bagian-bagian tertentu, tetapi melihat masalah
secara utuh) dan ranah makna (memikirkan makna terdalam berupa nilai kebenaran,
keindahan dan kebaikan). Dalam filsafat, digunakan nalar dan
pernyataan-pernyataan untuk menemukan kebenaran dan pengetahuan akan fakta.
Ketika menyelesaikan masalah secara falsafah, seseorang tidak harus merujuk
pada sumber lain tapi hendaknya bisa menjawab masalah yang dipikirkannya
menggunakan akal budinya, dengan pikiran yang bebas. Jika seseorang berfikir
sangat dalam ketika menghadapi suatu masalah dalam hubungannya dengan
kebenaran, maka orang itu dapat dikatakan telah berpikir secara filsafati dan
kajian yang tersusun oleh pemikirannya itu disebut falsafah.Objek material dari suatu kajian filsafat adalah segala
yang ada mencakup apa yang tampak (dunia empiris) dan apa yang tidak tampak
(dunia metafisik) sementara objek formalnya adalah sudut pandang yang
menyeluruh, radikal dan rasional tentang segala yang ada (objek material).
Suatu masalah akan menjadi masalah falsafah jika masalah tersebut tidak bisa
diselesaikan dengan kaidah pengamatan atau kaidah sains.Masalah falsafah
biasanya melibatkan masalah tentang konsep, ideologi, dan masalah-masalah lain
yang bersifat abstrak, contohnya apakah kebenaran? Apakah ilmu pengetahuan?
Berpikir filsafati biasanya bertujuan untuk mencari jawaban atas masalah yang
sifatnya baik dan bisa memajukan umat manusia. Sains berarti ilmu, yaitu
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu dan bersifat koheren, empiris, sistematis,
dapat diukur dan dibuktikan. Cakupan objek filsafat lebih luas dibandingkan
ilmu. Jika ilmu terbatas hanya pada persoalan empiris, maka filsafat mencakup
masalah diluar empiris. Secara historis, ilmu berasal dari kajian filsafat
karena pada awalnya filsafatlah yang melakukan pembahasan tentang segala yang
ada secara sistematis, rasional dan logis. Filsafat merupakan tempat berpijak
bagi kegiatan keilmuan.Perkembangan kajian terkait dengan masalah empiris
menimbulkan spesialisasi keilmuan dan menghasilkan kegunaan praktis. Sehingga,
filsafat sains merupakan disiplin ilmu yang digunakan sebagai kerangka
dasar/landasan berpikir bagi proses keilmuan. Seorang ilmuwan yang mampu
berfikir filsafati, diharapkan bisa mendalami unsur-unsur pokok dari ilmu yang
ditekuninya secara menyeluruh sehingga bisa memahami sumber, hakikat dan tujuan
dari ilmu yang dikembangkannya, termasuk manfaatnya bagi pengembangan
masyarakatnya.
SEJARAH
PERKEMBANGAN FILSAFAT SAINS
1. Pengertian Filsafat Sains
Masyarakat primitif menganut pemikiran
mitosentris yang mengandalkan mitos guna menjelaskan fenomena alam. Perubahan
pola pikir dari mitosentris menjadi logosentris membuat manusia bisa membedakan
kondisi riil dan ilusi, sehingga mampu ke-luar dari mitologi dan memperoleh
dasar pengetahuan ilmiah. Ini adalah titik awal ma-nusia menggunakan rasio
untuk meneliti serta mempertanyakan dirinya dan alam raya .
1. Filsafat kuno dan abad pertengahan yaitu Di masa ini, pertanyaan tentang asal usul alam mulai dijawab
dengan pendekat-an rasional, tidak
dengan mitos. Subjek (manusia) mulai mengambil jarak dari objek (alam) sehingga
kerja logika (akal pikiran) mulai dominan. Sebelum era Socrates, kajian
difokuskan pada alam yang berlandaskan spekulasi metafisik. Menurut Heraklitos
(535-475 SM), realita di alam selalu berubah, tidak ada yang tetap (api sebagai
simbol perubahan di alam) sementara Parmenides (515-440 SM) mengatakan bahwa
realita di alam merupakan satu kesatuan yang tidak bergerak sehingga perubahan
tidak mungkin terjadi. Pada era Socrates, kajian filosofis mulai menjurus
pada manusia dan mulai ada pemikiran bahwa tidak ada kebenaran yang absolut.
Beberapa filosof populernya adalah Socrates (479-399 SM), Plato (427-437 SM)
dan Aristotles (384-322 SM). Socrates mendefinisikan, menganalisis dan
mensintesa kebenaran objektif yang universal melalui metode dialog (dialektika).
Satu pertanyaan dijawab dengan satu jawaban. Plato mengembangkan konsep
dualisme (adanya bentuk dan persepsi). Ide yang ditangkap oleh
pikiran (persepsi) lebih nyata dari objek material (bentuk) yang dilihat
indra. Sifat persepsi tidak tetap dan bisa berubah, sementara bentuk
adalah sesuatu yang tetap. Aristotles menyatakan bahwa materi tidak mungkin
tanpa bentuk karena ia ada (eksis). Filsuf ini juga memperkenalkan silogisme, yaitu
penggunaan logika berdasarkan analisis bahasa guna menarik kesimpulan.
Silogisme memiliki dua premis mayor dan satu ke-simpulan sehingga, suatu
pernyataan benar harus sesuai dengan minimal dua pernyataan pendukung. Logika
ini disebut juga dengan logika deduktif yang mengukur valid tidaknya sebuah
pemikiran. Pada abad pertengahan (abad 12–13 SM)
mulai dilakukan analisis rasional terhadap sifat-sifat alam dan Allah, analisis
suatu kejadian/materi, bentuk, ketidaknampakan, logika dan bahasa. Salah satu
filsufnya adalah thomas Aquinas (1225- 1274) .
2. Filsafat modern (abad 15 – sampai sekarang) yaitu Berkembang beberapa paham yang
menguatkan kedudukan humanisme sebagai dasar dalam perkembangan hidup manusia
dan pengetahuan. Paham rasionalisme me-nyatakan bahwa akal merupakan alat
terpenting untuk memperoleh dan menguji pengetahuan. Kedaulatan rasio diakui
sepenuhnya dengan menyisihkan pengetahuan indra. Menurut Rene Descartes (paham
rasionalisme dan skeptisme), pengetahuan yang benar harus berangkat dari
kepastian. Untuk memastikan kebenaran sesuatu, segala sesuatu harus diragukan
terlebih dahulu. Keragu-raguan membuat manusia bertanya/mencari jawaban untuk
memperoleh kebenaran yang pasti (manusia harus berpikir rasional untuk mencapai
kebenaran). Pada paham empirisme, segala sesuatu yang ada dalam pikiran
didahului oleh pengalaman indrawi. Pengetahuan dikembangkan dari pengalaman
indra secara konkrit dan bukan dari rasio. Menurut John Locke (empirisme
dan naturalisme), pikiran awalnya kosong. Isi pikiran (ide) berasal dari
pengalaman indrawi (lahiriah dan batiniah) terhadap substansi (benda) di alam.
David Hume (skeptisme dan empirisme) mengatakan ide atau konsep didalam pikiran
berasal dari persepsi (kesan terhadap pengalaman indrawi) dan gagasan (konsep
makna dari kesan) terhadap suatu substansi, bukan dari substansinya. Sementara
menurut Francis Bacon, pengetahuan merupakan kekuatan untuk menguasai
alam. Pengetahuan diperoleh dengan metode induksi melalui eksperimen dan
observasi terhadap suatu fenomena yang ingin dikaji. Paham lainnya adalah
idealisme yang dianut Barkeley: ada disebabkan oleh adanya persepsi; dan paham
idealisme – kritisisme yang dikembangkan Imanuel Kant. Menurut Kant, hakikat
fisik adalah jiwa (spirit) dan pengetahuan adalah hasil pemikiran yang
dihubungkan dengan pengalaman indrawi. Paham ini menggabungkan konsep
rasionalisme dengan empirisme. Paham positive-empiris (Aguste Comte)
menyatakan bahwa realita berjalan sesuai dengan hukum alam sehingga pernyataan
pengetahuan harus bisa diamati, diulang, diukur, diuji dan diramalkan.
Sementara paham pragmatisme William James menyatakan kebenaran suatu pernyataan
diukur dari kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional
(bermanfaat) dalam kehidupan praktis. Pernyataan dianggap benar jika
konsekuensi dari pernyataan tersebut memiliki kegunaan praktis bagi manusia.
EPISTEMOLOGI ILMU
1.Pengertian Epistemologi Ilmu
Sains (Ilmu)
adalah sistem pengetahuan dibidang tertentu yang bersifat umum, sistematis,
metodologis, logis, objektif, empiris, memuat dalil-dalil tertentu menurut
kaidah umum, berguna untuk mencari kebenaran ilmiah yang kemudian bermanfaat
untuk meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup manusia. Ilmu merupakan
kumpulan pengetahuan yang menjelaskan hubungan sebab akibat suatu objek
yang diteliti berdasarkan metode tertentu, yang merupakan satu kesatuan sistematis.
Sementara itu, pengetahuan merupakan bentukan pola pikir asosiatif antara
pikiran dan kenyataan yang didasarkan pada kumpulan pengalaman sendiri/orang
lain di suatu bidang tertentu tanpa memahami hubungan sebab akibat yang hakiki
dan universal diantaranya sehingga tidak masuk dalam kelompok ilmu karena belum
dapat menjelaskan pertanyaan mengapa. Filsafat ilmu terutama diarahkan
pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga eksistensi ilmu, yaitu
ontologi, epistemology dan aksiologi.
1. Ontologi
(hakikat apa yang dikaji) yaitu Dalam kajian ontologis, objek
dibahas dari keberadaannya mencakup lingkup batas jati diri (being) dan
keberadaan eksistensi penelaahan objek (sasaran) keilmuan serta penafsiran
tentang hakekat (kenyataan) yang khas dari objek keilmuan, guna membentuk
konsep tentang objek (alam nyata, baik universal ataupun spesifik). Pemahaman
ontologik meningkatkan pemahaman manusia tentang sifat dasar berbagai benda
yang akan menentukan pendapatnya tentang apa dan bagaimana (yang) ada sebagai
manifestasi kebenaran yang dicarinya. Beberapa contoh pertanyaan yang merupakan
persoalan ontologi misalnya apa eksistensi dari zat padat? Apa itu sel?
Bagaimana penjelasan elektronik, termodinamika atau hukum gravitasi?
2. Epistemologi (filsafat ilmu) yaitu Epistemologi adalah teori tentang pengetahuan
yang terkait dengan cara memperoleh pengetahuan dan metode keilmuan. Epistemologi
adalah pengetahuan sistematik mengenai ilmu pengetahuan membahas tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana,
metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran
ilmu .Perbedaan landasan ontologik menyebabkan
perbedaan dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh
pengetahuan yang benar. Rasio, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman,
intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam
epistemologik, sehingga dikenal model‑model epistemologik seperti rasionalisme,
empirisme, rasionalisme kritis, fenomenologi dan sebagainya. Di dalam
epistemologi juga dibahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model
epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah), seperti teori
koherensi, korespondesi paragmatis dan teori intersubjektif. Jika seseorang
ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan (ilmu), maka cara, sikap, dan
sarana yang digunakan untuk membangun ilmu tersebut harus benar. Ilmu tentang
suatu objek dikembangkan berdasarkan analisis yang sistematis (metode ilmiah)
menggunakan nalar yang logis. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir
deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan
teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris dan menggunakan
bahasa, matematika dan statistika sebagai sarana berpikir ilmiah. Kebenaran
ilmu dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta (kenyataan empiris) yang ada,
dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung
kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, dan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak sehingga terjadi penyempurnaan teori atau paradigma yang akhirnya membawa ilmu tersebut menjadi sains normal. Contoh dari epistemologi ilmu dibahas dalam materi sains moral.
Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, dan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai fakta dengan yang tidak sehingga terjadi penyempurnaan teori atau paradigma yang akhirnya membawa ilmu tersebut menjadi sains normal. Contoh dari epistemologi ilmu dibahas dalam materi sains moral.
3. Aksiologi ilmu (nilai kegunaan ilmu) yaitu Aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu
tidak bebas nilai. Artinya, netralitas ilmu hanya pada ontologis keilmuan
sementara dalam penggunaannya harus berlandaskan moral dan ditujukan untuk
kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.
Tiga hal yang mendasari alasan ini adalah: secara faktual telah diketahui bahwa
ilmu digunakan untuk tujuan destruktif (perang); perkembangan ilmu memungkinkan
ilmuwan memprediksi ekses yang mungkin timbul jika terjadi penyalahgunaan ilmu
dan perkembangan ilmu telah sedemikian rupa sehingga berpeluang mengubah
manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika
dan rekayasa sosial. Agar kegunaan ilmu itu tidak menjadi bencana bagi
manusia dan kemanusiaan, maka seorang ilmuwan haruslah melandasi kegiatan
ilmiahnya dengan asas-asas moral dan kode etik profesinya dengan penuh
tanggung jawab.
SAINS NORMAL
DAN REVOLUSI (KUHN)
1. Sains Normal dan Revolusi Sains
(Kuhn)
1.
Peran sejarah yaitu Rekaman sejarah ilmu
merupakan titik awal pengembangan ilmu karena merupakan rekaman akumulasi
konsep untuk melihat bagaimana hubungan antara pengetahuan dengan mitos yang
berkembang. Sejarah ilmu digunakan untuk mendapatkan dan mengkonstruksi
wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang terjadi. Hal-hal baru
yang ditemukan pada suatu masa menjadi unsur penting bagi pengembangan ilmu di
masa berikutnya. Dari sejarah juga dapat dilihat bahwa sains bukan hasil
penemuan individual.
Sains lebih dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sistem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah. Sehingga, kemajuan ilmiah pertama-tama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Pergeseran paradigma adalah istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangsang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung menyambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai ini akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta peradaban manusia ke arah suatu kemajuan.
Sains lebih dicirikan oleh paradigma dan revolusi yang menyertainya. Dari rekaman sejarah ilmu bisa diketahui bahwa terjadinya perubahan-perubahan mendalam tidak didasarkan pada upaya empiris untuk membuktikan suatu teori atau sistem, tetapi melalui revolusi-revolusi ilmiah. Sehingga, kemajuan ilmiah pertama-tama bersifat revolusioner dan bukan kumulatif. Pergeseran paradigma adalah istilah untuk menggambarkan terjadinya dimensi kreatif pikiran manusia dalam bingkai filsafat. Pergeseran paradigma merupakan letupan ide yang merangsang timbulnya letupan ide-ide yang lain, yang terjadi terus-menerus, sambung menyambung, baik pada orang yang sama maupun orang yang berbeda. Reaksi berantai ini akhirnya menjadi kekuatan yang bisa merubah wajah dan tatanan dunia serta peradaban manusia ke arah suatu kemajuan.
2.
Paradigma dan
sains normal yaitu Paradigma merupakan kerangka referensi
yang mendasari sejumlah teori maupun kegiatan ilmiah nyata yang diterima dalam
periode tertentu. Saat pertama kali muncul, masih sangat terbatas baik
cakupan maupun ketepatannya tetapi menjanjikan suatu keberhasilan. Paradigma
memperoleh statusnya karena lebih berhasil dari saingannya
dalam memecahkan masalah keilmuan yang dianggap rawan. Paradigma membimbing kegiatan ilmiah dalam masa sains normal
sehingga ilmuwan bisa mengembangkan secara rinci dan mendalam, dan tidak sibuk
dengan hal-hal yang mendasar. Pada sains normal, ilmuwan tidak bersikap kritis
terhadap paradigma yang membimbing aktifitas ilmiahnya. Tiga fokus kajian sains
normal adalah memperluas pengetahuan tentang fakta, meningkatkan kesesuaian
antara prakiraan paradigma dan artikulasi lebih lanjut untuk memecahkan
beberapa keraguan yang tersisa, untuk memperkuat citra sains. Kegiatan ilmiah ada dua yaitu
pemecahan teka-teki (puzzle solving) dan penemuan paradigma baru. Pada
sains normal, ilmuwan membuat percobaan dan mengadakan observasi untuk
memecahkan teka-teki, bukan mencari kebenaran. Bila paradigmanya tidak dapat
digunakan untuk memecahkan persoalan penting atau malah mengakibatkan konflik,
maka paradigma baru harus diciptakan. Dengan demikian kegiatan ilmiah
selanjutnya diarahkan kepada penemuan paradigma baru, dan jika penemuan baru
ini berhasil, maka akan terjadi perubahan besar dalam ilmu
pengetahuan.
3.
Anomali dan
munculnya penemuan baru
yaitu Berbagai fenomena (anomali) bisa dijumpai oleh seorang ilmuwan selama
menjalankan riset di sains normal. Jika anomali kian menumpuk, akan timbul
krisis dan paradigma mulai dipertanyakan yang berarti sang ilmuwan
mulai keluar dari sains normal.
Data anomali (penyimpangan terhadap teori-teori dalam paradigma) berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru. Penemuan baru diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas ke wilayah anomali dan hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
Data anomali (penyimpangan terhadap teori-teori dalam paradigma) berperan besar dalam memunculkan sebuah penemuan baru. Penemuan baru diawali dengan kesadaran akan anomali, yakni pengakuan bahwa alam dengan suatu cara, telah melanggar pengharapan yang didorong oleh paradigma yang menguasai sains normal. Kemudian ia berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit banyak diperluas ke wilayah anomali dan hanya berakhir bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga, dalam penemuan baru harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
4.
Revolusi
sains yaitu Revolusi
sains muncul karena adanya anomali dalam riset ilmiah yang makin parah dan
munculnya krisis yang tidak dapat diselesaikan oleh paradigma yang menjadi referensi
riset. Untuk mengatasi krisis, ilmuwan bisa kembali lagi pada cara-cara ilmiah
yang lama sambil memperluas cara-cara itu atau mengembangkan sesuatu paradigma
tandingan yang bisa memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya. Jika
yang terakhir ini terjadi, maka lahirlah revolusi sains.Revolusi sains merupakan episode
perkembangan non-kumulatif, dimana paradigma lama diganti sebagian atau
seluruhnya oleh paradigma baru yang bertentangan.
Transformasi-transformasi paradigma yang berurutan dari paradigma yang satu ke
paradigma yang lainnya melalui revolusi, adalah pola perkembangan yang biasa
dari sains yang telah matang. Jalan revolusi sains menuju sains
normal bukanlah jalan bebas hambatan. Sebagian ilmuwan atau masyarakat sains
tertentu ada kalanya tidak mau menerima paradigma baru dan ini menimbulkan
masalah sendiri karena dalam memilih paradigma tidak ada standar yang lebih
tinggi dari pada persetujuan masyarakat yang bersangkutan. Untuk menyingkap
bagaimana revolusi sains itu dipengaruhi, kita harus meneliti dampak sifat dan
logika juga teknik-teknik argumentasi persuasif yang efektif di dalam
kelompok-kelompok yang membentuk masyarakat sains itu. Oleh karena itu
permasalahan paradigma sebagai akibat dari revolusi sains, hanya sebuah konsensus
yang sangat ditentukan oleh retorika di kalangan masyarakat sains itu sendiri.
Semakin paradigma baru itu diterima oleh mayoritas masyarakat sains, maka
revolusi sains kian dapat terwujud. Selama revolusi, para ilmuwan melihat hal-hal yang baru dan
berbeda dengan ketika menggunakan instrumen-instrumen yang sangat dikenal untuk
melihat tempat-tempat yang pernah dilihatnya. Seakan-akan masyarakat
profesional itu tiba-tiba dipindahkan ke daerah lain dimana obyek-obyek yang
sangat dikenal sebelumnya tampak dalam penerangan yang berbeda,
berbaur dengan obyek-obyek yang tidak dikenal. Ilmuwan yang tidak mau menerima
paradigma baru sebagai landasan risetnya, dan tetap bertahan pada paradigma
yang telah dibongkar dan sudah tidak mendapat dukungan dari mayoritas masyarakat
sains, maka aktivitas risetnya tidak berguna sama sekali.
PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN
1.
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Ilmuwan
yang berpikir filsafati, diharapkan bisa memahami filosofi kehidupan, mendalami
unsur-unsur pokok dari ilmu yang ditekuninya secara menyeluruh sehingga lebih
arif dalam memahami sumber, hakikat dan tujuan dari ilmu yang ditekuninya,
termasuk pemanfaatannya bagi masyarakat. Untuk mencapai tujuan itu, maka proses
pendidikan hendaknya bukan sekedar untuk mencapai suatu tujuan akhir tapi juga
mempelajari hal-hal yang dilakukan untuk mencapai tujuan akhir tersebut.
Sehingga, ilmuwan selain sebagai orang berilmu juga memiliki kearifan,
kebenaran, etika dan estetika. Secara epistemologis dapat dikatakan bahwa ilmu
pengetahuan yang ada saat ini merupakan hasil dari akumulasi pengetahuan yang
terjadi dengan pertumbuhan, pergantian dan penyerapan teori. Kemunculan teori
baru yang menguatkan teori lama akan memperkuat citra sains normal. Tetapi,
anomali dalam riset ilmiah yang tidak bisa diselesaikan oleh paradigma yang
menjadi referensi riset, menyebabkan berkembangnya paradigma baru yang bisa
memecahkan masalah dan membimbing riset berikutnya (mela-hirkan revolusi
sains). Tumbuh kembangnya teori dan pergeseran paradigma adalah pola
perkembangan yang biasa dari sains yang telah matang. Berkembangnya peralatan
analisis juga mendorong semakin berkembangnya ilmu. Contoh epistemologi ilmu
dimana terjadi perubahan teori dan pergeseran paradigma terlihat pada
perkembangan teori atom, teori pewarisan sifat dan penemuan alam semesta.Dalam
perkembangan ilmu, suatu kekeliruan mungkin terjadi terutama saat pembentukan
paradigma baru. Tetapi, yang harus dihindari adalah melakukan kesalahan yang
lalu ditutupi dan diakui sebagai kebenaran
1.
Perkembangan teori atom yaitu Konsep atom dicetuskan oleh
Leucippus dan Democritus (abad ke-6 SM): materi (segala sesuatu di alam) secara
fisik disusun oleh sejumlah benda berukuran sangat kecil (atom). Atom merupakan
partikel yang sangat kecil, padat dan tidak bisa dibagi, bergerak dalam ruang
dan bersifat abadi. Menurut John Dalton (1766–1844) setiap unsur kimia dibentuk
oleh partikel yang tak bisa diurai (atom). Pergeseran paradigma terjadi ketika
ternyata dibuktikan bahwa atom masih bisa dibagi dan memiliki elektron (J.J.
Thomson,1856–1940) dan proton (E. Goldstein, 1886). Pengetahuan bahwa atom bisa
dibagi membuat ilmuwan lalu mereka-reka struktur atom. Thomson, menganalogikan
atom seperti roti tawar dengan kismisnya, dimana elektron dan partikel positif
terdistribusi merata. Dari penelitian E. Rutherford (1871-1937) disimpulkan
bahwa elektron mengorbit mengelilingi nukleus. Postulat ini diperbaiki oleh J.
Chadwick (1891–1974): atom memiliki sebuah inti yang terdiri dari nuklei, dan
elektron-elektron yang mengorbit mengelilinginya; dan lalu disempurnakan oleh
Niels Bohr yang mempertimbangkan efek kuantisasi energi atom. Teori-teori atom
dan strukturnya masih terus disempurnakan. Saat ini mulai terjadi anomali yang
menggugat paradigma yang sudah ada. Murray Gell-Mann (1964) mengatakan, proton
dan netron masih bisa dibagi menjadi quark.
2.
Perkembangan teori pewarisan sifat yaitu Pemikiran tentang pewarisan sifat sudah ada sejak jaman
dulu. Plato dengan paham esensialismenya menjelaskan, setiap orang merupakan
bayangan dari tipe ideal. Esensinya, manusia adalah sama dan keragaman di dunia
tidak ada artinya. Perkembangan teori ini diawali dengan dilema yang dihadapi
Darwin: apa penyebab variasi dan apa yang mempertahankan variasi? Menurut F.
Galton, setiap anak menuju kecenderungan rata-rata dari sifat induknya.
Sifat-sifat hereditas kontinyu dan bercampur, anak adalah rata-rata dari kedua
orang tua, maka variasi tidak ada. Sementara menurut Darwin, keragamanlah yang
penting, bukan rata-rata tetapi Darwin belum bisa menjelaskan mengapa keragaman
tersebut bisa terjadi. Hipotesa sementaranya menjelaskan bahwa kopi sel dari
setiap jaringan yang dimasukkan kedalam darah (gemmules)-lah yang memproduksi
keragaman ketika gemmule dibentuk dan dikonversi kembali menjadi sel tubuh pada
saat reproduksi. Tapi, perjalanan sejarah ilmu perkembangan sel selanjutnya
membuktikan bahwa hipotesis ini salah. Mendell yang melakukan persilangan kacang
dan menghasilkan varietas yang berbeda, mulus dan keriput tapi tidak ada yang
di tengah-tengah, menyimpulkan bahwa sifat-sifat yang diturunkan bersifat
diskrit, ada yang dominan dan ada yang resesif, tapi tidak bisa bercampur.
Teori inilah yang selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan teori
pewarisan sifat.
3.
Perkembangan teori tata surya yaitu Prediksi peredaran matahari,
bintang, bulan dan gerhana sudah dilakukan bangsa Baylonia, 4000 tahun yang
lalu. Kosmologi Yunani (4SM) menyatakan bumi pusat dan semua benda langit
mengitari bumi. Konsep ini dipatahkan Copernicus (1473-1543) yang menyatakan
bahwa matahari adalah pusat sistem tata surya dan bumi bergerak mengelinginya
dalam orbit lingkaran. Teori Copernicus menjadi landasan awal pengembangan ilmu
tentang tata surya.Seorang ilmuwan berada pada posisi dimana dia memiliki
pengetahuan yang berdasarkan pada fakta (factual knowledge). Tetapi, fakta itu
tidak berarti walaupun bisa menjadi instrumen jika tidak diaplikasikan.
Aplikasi dari suatu kajian ilmu hendak-lah mempunyai nilai kegunaan
(aksiologis) yang memberi makna terhadap kebenaran atau kenyataan yang
dijumpai dalam seluruh aspek kehidupan. Kajian filsafat berkenaan dengan
pencarian kebenaran fundamental. Seorang ilmuwan, hendaklah mengkaji kebenaran
fundamental dari suatu alternatif pemecahan masalah yang disodorkannya. Seorang
ilmuwan juga memiliki tanggung jawab sosial untuk memberi perspektif yang benar
terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi dan alternatif pemecahannya secara
keilmuan kepada mayarakat awam. Dengan penguasaan ilmunya, seorang ilmuwan juga
hendaknya bisa mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang
seharusnya mereka sadari. Sebagai contoh, kajian ilmu bioteknologi, revolusi
hijau (bibit unggul, pestisida, pupuk kimia) dan tanaman transgenik telah
meningkatkan factual knowledge yang dimiliki. Tetapi, ketika akan diaplikasikan
ke masyarakat sebagai alternatif untuk mengatasi masalah, misalnya aplikasi
tanaman transgenik untuk mengatasi produksi pangan yang terus menurun, maka
kita perlu mempertanyakan kebenaran fundamental yang ada dibelakangnya. Apa
penyebab masalah yang sebenarnya? Apa saja alternatif pemecahan masalahnya?
Apakah alternatif yang diajukan memang alternatif terbaik untuk mengatasi
masalah? Bagaimana kajian keuntungan dan resiko dari alternatif yang dipilih
ini? Bagaimana dampaknya terhadap kemanusiaan, lingkungan, ekonomi dan sistim
sosial masyarakat? Hal-hal ini harus dipelajari dan dijawab oleh ilmuwan
sebelum alternatif ini benar-benar dipilih untuk mengatasi suatu masalah.
Sehingga tidak terjadi kasus dimana aplikasi dari suatu factual knowledge
ternyata pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi manusia, lingkungan,
sosial ataupun aspek lain dari kehidupan masyarakat.
LOGIKA DEDUKASI DAN UNDKSI
1. Logika
Deduksi dan Induksi
1. Logika Ilmu adalah kumpulan
pengetahuan yang ditata sehingga menampilkan pola-pola yang teratur dan berlaku
secara umum. Menurut paham empirisme, pengetahuan diperoleh melalui pengamatan
atas fakta yang ditemukan di alam; sementara menurut paham rasionalisme,
kebenaran pengetahuan hanya dapat
ditemukan melalui proses pemikiran atau penalaran. Proses berpikir untuk menarik suatu
kesimpulan yang berupa ilmu pengetahuan disebut proses bernalar. Penalaran
menghasilkan ilmu pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir dan bukan
dengan perasaan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran
itu mempunyai dasar kebenaran, maka proses berpikir harus dilakukan dengan cara
tertentu. Suatu penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) jika proses
penarikan kesimpulannya dilakukan menurut cara tertentu tersebut yang disebut logika. Logika dapat
didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir secara sahih. Paham
empirisme melakukan penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika induktif,
sementara penganut paham rasionalisme melakukan penarikan kesimpulan dengan
logika deduktif. Logika induktif digunakan untuk penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan umum. Sedangkan logika deduktif
biasanya membantu kita dalam menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi khusus yang bersifat individual.
Penalaran
secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang
mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas untuk menyusun argumentasi yang
diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Misalnya, kita memiliki fakta
bahwa harimau, gajah, sapi, kera dan ayam memiliki mata maka kita menarik
kesimpulan umum bahwa semua binatang memiliki mata. Pada penalaran dengan
logika deduktif, kesimpulan yang ditarik merupakan konsekuensi logis dari
fakta-fakta yang mendasarinya sehingga dilakukan penarikan kesimpulan yang
bersifat khusus dengan menggunakan pernyataan yang bersifat umum menggunakan
pola arad silogisme. Silogisme dibentuk oleh dua pernyataan aradox (premis
mayor dan premis minor) dan kesimpulan yang ditarik secara logis dari dua
premis pendukungnya. Sebagai contoh: jika semua makhluk hidup memiliki
mata (premis mayor-umum) dan si Polan adalah makhluk hidup (premis minor) maka si Polan mempunyai mata (kesimpulan).
2. Pertumbuhan, pergantian dan penyerapan teori
yaitu Ilmu atau pengetahuan ilmiah dikembangkan dengan menggabungkan pendekatan
rasionalis dan pengalaman empiris sehingga suatu pernyataan ilmiah merupakan
penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Metode
deduksi digunakan untuk menemukan aturan-aturan yang berlaku secara pasti,
dengan bersandar pada aksioma yang kebenarannya telah ditentukan sementara
metoda induksi digunakan untuk menguji apakah aksioma yang digunakan tersebut
dapat terus dipertahankan sehingga ara dikembangkan lebih lanjut) atau tidak. Interaksi logika deduksi dan induksi
dalam alur berpikir metode ilmiah ditampilkan pada Gambar 1. Suatu penjelasan
rasional yang belum teruji kebenarannya secara empiris statusnya masih bersifat
hipotesis. Hipotesis disusun secara deduktif menggunakan premis-premis dari
ilmu yang sudah diketahui kebenarannya, sebagai dugaan atau jawaban sementara
terhadap suatu masalah.
Proses induksi dilakukan pada tahap verifikasi atau pengujian hipotesis, dimana dilakukan pengumpulan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah hipotesis didukung oleh fakta (dapat dibuktikan) atau tidak. Penggunaan logika deduksi dan induksi secara berkesinambungan inilah yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan, pergantian dan penyerapan suatu teori (ilmu).
Proses induksi dilakukan pada tahap verifikasi atau pengujian hipotesis, dimana dilakukan pengumpulan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah hipotesis didukung oleh fakta (dapat dibuktikan) atau tidak. Penggunaan logika deduksi dan induksi secara berkesinambungan inilah yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan, pergantian dan penyerapan suatu teori (ilmu).
PENEMUAN
PENELITIAN ORGANISASI
1. Penemuan Penelitian Organisasi Dan Penemuan
1.
Penemuan dan sifat peneliti yaitu Penemuan ilmiah merupakan suatu keterbaruan (novelty)
yang menambah pengetahuan manusia dan berkontribusi pada ekonomi global dan
standar hidup manusia, memecahkan masalah dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat contohnya melalui kesehatan arado, peningkatan masa hidup dan
peningkatan produksi pangan.
Penemuan identik dengan jenius, intelegensia dan motivasi yang kuat. Tapi pada hakekatnya, penemuan adalah hasil dari penerapan logika dan metoda dalam upaya pemecahan masalah, pengembangan cara pandang (insight), menerangkan fakta (analogy-based, bisosiasi atau metaforik). Penemuan ilmiah didapat melalui kerangka kerja dan metoda ilmiah terstruktur walaupun kadang disertai oleh faktor keberuntungan. Proses penemuan diawali dengan kemunculan ide-ide spekulatif, hipotesis kerja yang luas, skema konseptual yang lebar (teori) dan pengujian eksperimental dari teori dengan metode ilmiah. Tahapan kerja dalam suatu metode ilmiah adalah pengembangan hipotesa, pengumpulan data, pengembangan atau perbaikan hipotesa, pengumpulan atau pengujian data lebih lanjut dan pengembangan suatu teori. Faktor individual yang diperlukan untuk pembentukan suatu ide adalah adanya keterbukaan intelektual dan sensibilitas terhadap masalah; memiliki pengetahuan iptek yang luas; memiliki pengetahuan terapan yang terlatih; memiliki pemikiran yang terbuka dan motivasi untuk keberhasilan; punya kemampuan untuk meyakinkan; memiliki daya nalar kritis, spontanitas yang rasional, dan keterbukaan untuk kerjasama horizontal dan
Penemuan identik dengan jenius, intelegensia dan motivasi yang kuat. Tapi pada hakekatnya, penemuan adalah hasil dari penerapan logika dan metoda dalam upaya pemecahan masalah, pengembangan cara pandang (insight), menerangkan fakta (analogy-based, bisosiasi atau metaforik). Penemuan ilmiah didapat melalui kerangka kerja dan metoda ilmiah terstruktur walaupun kadang disertai oleh faktor keberuntungan. Proses penemuan diawali dengan kemunculan ide-ide spekulatif, hipotesis kerja yang luas, skema konseptual yang lebar (teori) dan pengujian eksperimental dari teori dengan metode ilmiah. Tahapan kerja dalam suatu metode ilmiah adalah pengembangan hipotesa, pengumpulan data, pengembangan atau perbaikan hipotesa, pengumpulan atau pengujian data lebih lanjut dan pengembangan suatu teori. Faktor individual yang diperlukan untuk pembentukan suatu ide adalah adanya keterbukaan intelektual dan sensibilitas terhadap masalah; memiliki pengetahuan iptek yang luas; memiliki pengetahuan terapan yang terlatih; memiliki pemikiran yang terbuka dan motivasi untuk keberhasilan; punya kemampuan untuk meyakinkan; memiliki daya nalar kritis, spontanitas yang rasional, dan keterbukaan untuk kerjasama horizontal dan
Vertikal serta
masuk dalam dinamika kelompok. Organisasi dan penemuan Faktor-faktor
organisasi berperan penting dalam penemuan program-program saintifik karena
mempengaruhi kinerja riset, proses penemuan dan alokasi sumberdaya riset. Agar ara
bekerja dengan standar yang baik maka sains harus dilakukan dalam suatu
prosedur opersasi standar (SOP). Dalam
realitas, penemuan tidak menyebar merata tapi terkonsentrasi di pusat-pusat
budaya unggul (Centre of Excellence). Budaya sebagai ’penemu’ biasanya
dimiliki oleh arado-negara yang dana risetnya sangat memadai, memiliki
kelembagaan ilmiah yang sangat mapan dengan sistem dan manajemen riset sangat
baik, lingkungan universitas kreatif – produktif dan didukung oleh kelembagaan
filantropis.
Untuk membangun
organisasi yang inovatif, beberapa hal harus terpenuhi: memiliki visi, kepemimpinan
dan keinginan berinovasi dengan struktur yang tepat (kreativitas tinggi);
memiliki personalia kunci (promotor, juara, penjaga gawang dan pemeran lain)
yang mendorong inovasi; tim kerja yang efektif (sinergi internal); pengembangan
individual yang berkelanjutan (kompetensi dan keterampilan yang efektif);
komunikasi ekstensif (ke atas, ke bawah dan sejajar); keterlibatan yang tinggi
pada inovasi dan fokus pada pelanggan serta memiliki lingkungan yang kreatif
dan organisasi pembelajaran (manajemen pengetahuan). Delapan instrumen
pengukuran budaya inovatif yaitu kebutuhan, konfrontatif, kepercayaan,
kebenaran/keaslian, proaktif, otonomi, kerjasama dan melakukan pengkajian. Efektifitas dan
efisiensi penelitian berpengaruh pada produktifitas dan prestasi penelitian
yang dihasilkan. Bagaimana pentingnya kinerja organisasi terhadap suatu
penemuan bisa dilihat dari kerja tim penelitian yang dibentuk Prof. Norman
Borlaug yang secara konsisten berupaya mencari varietas gandum unggul untuk
mengatasi kekurangan pangan di Meksiko. Program pengembangan pertanian ini
disponsori oleh The Rockefeller Foundation. Lalu, peran organisasi terhadap
pencapaian bisa dilihat dari upaya ’Bank Desa’ yang didirikan Prof. Muhammad
Yunus sehingga mampu menciptakan pembangunan dan perdamaian melalui penciptaan
ekonomi yang memberi akses pada perempuan miskin. Agar suatu
penemuan bisa membawa kesejahteraan pada masyarakat, maka budaya penelitian
yang dibangun hendaklah berorientasi pada kebutuhan masyarakat. Seorang
peneliti atau lembaga peneliti harus melakukan sinergi internal agar penelitian
menjadi fokus, efektif dan efisien. Selanjutnya, setiap lembaga penelitian
harus melakukan sinergi eksternal dengan melibatkan universitas dan swasta.
Peneliti memiliki ’patokduga’ di tingkat regional (untuk menghadapi kompetisi
langsung), pada negara maju (untuk membangun kesadaran iptek), dan pada swasta
unggul (untuk membentuk kompetensi inti). Penelitian juga hendaknya
mengutamakan pemanfaatan sumberdaya tersedia, berorientasi pada kebutuhan
pasar/pengguna, menciptakan nilai tambah yang besar serta konsisten dengan
tahapan penelitian, pengembangan, rekayasa proses/mesin dan komersialisasi.Jendela
johari merupakan matriks empat sel yang merfeleksikan perwujudan hubungan
antara seseorang dengan pihak lain. Empat matriks dalam konsep ini adalah
daerah arado; daerah buta; daerah tersembunyi dan daerah yang tidak disadari
(Gambar 1).
Gambar
1. Refleksi diri melalui jendela johari
Menurut
konsep ini, pengungkapan diri (perluasan daerah A) dilakukan dengan
pengungkapan diri (penyempitan daerah C), dan menerima umpan balik (penyempitan
dae-rah B). Seorang ilmuwan dengan daerah arado (A) yang luas, memiliki konsep
diri positif: berkepribadian matang, percaya diri, tidak takut gagal dan siap
menghadapi tantangan dan hal ini sangat penting untuk memenuhi ritme kerja
ilmuwan yang seharusnya bekerja keras dan cerdas, melakukan analisa dan
sintesa, presentasi, publikasi, travel dan tampil di media massa.
1. Hamlet’s Case Seorang manusia
apalagi ilmuwan, harus memiliki kematangan emosi, mampu berpikir rasional dalam
menghadapi berbagai masalah dan mampu mengambil keputusan terbaik walaupun pada
kondisi tekanan yang sangat tinggi. Ketidaksiapan mental dalam menghadapi
tekanan ara mengakibatkan kesalahan pada saat harus mengambil suatu keputusan
rasional yang akan berdampak fatal jika keputusan itu menyangkut hidup orang
banyak. Kita ara belajar dari kasus Hamlet (karya Ernest Hemingway yang sangat aradox),
yang menggambarkan seorang individu yang tidak ara membuat suatu keputusan.
Ketidakmampuan membuat keputusan rasional ini selain karena masalah psikologi,
juga karena keterbatasan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan. Kasus
ini mengajarkan bahwa keputusan yang diambil dalam keadaan tidak menentu,
menyebabkan konsekuensi dari terjadinya kesalahan (galat) tidak mampu
terpikirkan.
2. Paradoks dan Dilema Paradoks
atau Lawan Asas merupakan suatu pernyataan yang benar atau sekelompok
pernyataan yang mengarah pada kontradiksi atau suatu keadaan yang menentang
intuisi sementara aradox merupakan salah satu bentuk aradox yang terjadi karena
suatu fakta bahwa suatu pilihan rasional dari seseorang ternyata menghasilkan
keluaran yang rendah mutunya (inferior) bagi pihak yang lainnya. Tema-tema umum
dalam aradox yang langsung maupun tidak langsung termasuk rujukan diri,
ketidakterbatasan, definisi sirkular dan kebingungan dalam level penalaran.
Paradoks yang bukan karena kesalahan tersembunyi biasanya terjadi karena
pemahaman yang tidak tepat terhadap konteks atau bahasa. Dalam falsafah moral, aradox
berperanan penting dalam debat-debat mengenai masalah etika. Contoh nyata aradox
adalah konflik diantara pemahaman perasaan ketika harus mencuri (atau korupsi),
melawan suatu “keharusan” untuk korupsi guna menafkahi keluarga yang kekurangan.
3. Emotional spiritual quotient (ESQ )Manusia
yang diinginkan adalah manusia sukses yang mulia. Tapi, banyak orang sukses
ternyata tidak mulia sebaliknya, tidak banyak yang mulia tetapi tidak sukses.
ESQ merupakan kearifan sosial yang diwujudkan oleh kepandaian dan kematangan
jiwa yang mencukupi dan didorong oleh pemahaman spiritual yang mencukupi. ESQ
yang merupakan integrasi antara IQ, EQ dan SQ diperlukan untuk menjadi manusia
paripurna/insan mulia (Gambar 2). Dalam kubik leadership artikulasi ketiganya
diwakili oleh tiga pimpin (keyakinan-aksi-pekerti). Karakter penting untuk
manusia pembelajar menjadi insan mulia adalah bertakwa pada Tuhannya, mencintai
pekerjaan; berikhtiar; ber-tawakal; bersyukur; bersabar dan istiqomah. Dalam
perjalanan menjadi insan yang sukses dan mulia, unsur-unsur positif
dikedepankan, dan unsur-unsur negatif dikikis habis.
Gambar 2. Integrasi antara IQ EQ
dan SQ terhadap pembentukan manusia
TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
1. Tanggung Jawab Ilmuwan
Ilmu
berkembang dari pengetahuan dengan dasar-dasar pembenaran . Implikasi
dinamika perkembangan ilmu pengetahuan menyebabkan adanya hubungan erat antar
cabang ilmu, dipertanyakannya nilai-nilai etik dan moral saat intervensi ilmu
dalam kegiatan ilmiah dan adanya pengaruh ilmu (positif/negatif)
pada kehidupan.
1.
Tanggung jawab ilmuwan membawa berkah dan nilai
kemakmuran bagi manusia tanpa meninggalkan tata nilai, etika, moral dan
filosofi. Seorang ilmuwan memiliki kemampuan untuk bertindak persuasif
dan argumentatif berdasarkan pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan analisis
dan sintesis untuk mengubah kegiatan non produktif menjadi produktif. Seorang
ilmuwan bertanggung jawab untuk.
a.
Mengembangkan
ilmu pengetahuan dan teknologi (berpikir, melakukan penelitian dan
pengembangan; menumbuhkan sikap positif-konstruktif;
meningkatkan nilai tambah dan produktivitas; konsisten dengan proses penelaahan
keilmuan; menguasai bidang kajian ilmu secara mendalam; mengkaji perkembangan
teknologi secara rinci; bersifat terbuka; professional dan mempublikasikan
temuannya .
b. Meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dengan menemukan masalah yang sudah/akan mempengaruhi kehidupan
masyarakat dan mengkomunikasikannya, menemukan pemecahan masalah yang dihadapi
masyarakat, membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menggunakan hasil
penemuan untuk kepentingan kemanusiaan, mengungkapkan kebenaran dengan segala
konsekuensinya dan mengembangkan kebudayaan nasional.
2. Moral Seorang ilmuwan hendaknya memiliki
moral yang baik sehingga pilihannya ketika memilih pengembangan dan pemilihan
alternatif, mengimplementasikan keputusan serta pengawasan dan evaluasi
dilakukan atas kepentingan orang banyak, bukan untuk kepentingan pribadinya
atau kepentingan sesaat. Moral dan etika yang baik perlu ke-pekaan atas rasa
bersalah, kepekaan atas rasa malu, kepatuhan pada hukum dan kesadaran diketahui
oleh Tuhan. Ilmuwan juga memiliki kewajiban moral untuk memberi contoh
(obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain, kukuh dalam
pendirian yang dianggapnya benar, berani mengakui kesalahan) dan mampu menegakkan
kebenaran.
3. Etika kerja seorang ilmuwan adalah
nilai-nilai dan norma-norma (pedoman, aturan, standar atau ukuran, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis) moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau
suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kumpulan asas atau nilai moral
(Kode Etik) dan ilmu tentang perihal yang baik dan yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar